Seringkali umat Islam dan Kristen memberikan pujian kepada Allah dengan terpaksa. Bagaimana mencintai Allah dapat menghasilkan ketaatan dan pujian yang ikhlas?
Kita Perlu Tahu Motivasi Pujian
Adakah manusia yang tidak senang menerima pujian? Namun satu pertanyaan penting untuk kita renungkan. “Apakah pujian-pujian itu lahir dari kasih dan disampaikan dengan hati tulus, ataukah sekedar kewajiban?”
Pujian Kepada Allah, Karena Kasih Atau Perintah?
Ayat kedua dari Al-Fatihah adalah “Al Hamdu Lilliahi [Segala puji bagi Allah]” (Qs 1:2). Menurut ayat ini setiap Muslim wajib memuji Allah.
Umat Muslim setidaknya tujuh belas kali mengulang kalimat pujian tersebut ketika sholat. Sayangnya, Allah tidak pernah mengukur jumlah Anda mengucapkan pujian bagi-Nya. Karena Dia menginginkan pujian yang lahir dari hati tulus karena kasih. Bukan sekedar taat pada ajaran agama.
Pujian Spontan Lahir dari Hati
Nabi Daud adalah salah satu nabi yang sering menyampaikan pujian bagi Allah. Setiap pujian yang disampaikannya terdengar tulus dan lahir dari hatinya. Bukan karena sebuah ketetapan atau aturan.
Hati Nabi Daud yang penuh kasih bagi Allah melahirkan pujian-pujian yang tulus bagi Dia. “Aku akan memuji-muji . . ., mengagungkan Dia [Allah]dengan nyanyian syukur” (Kitab Mazmur, 69:31).
Dalam hal ini Nabi Daud mengerti bahwa Allah menerima pujian yang spontan. Pujian yang berasal dari hati yang penuh kasih bagi Allah. Bukan pujian yang diberikan sebagai ketaatan kepada perintah.
Hanya dengan mencintai Allah, kita dapat memuji dan menaati-Nya dengan keikhlasan sempurna.
Mengasihi Allah yang Penuh Kasih
Kitab Suci Allah mengajarkan untuk mengasihi Allah. “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu” (Injil, Rasul Markus 12:30).
Ketika Anda mengasihi seseorang, maka bukanlah hal sulit untuk memujinya bukan? Ketika kita mengasihi Allah dengan segenap hati, maka kita pasti dapat memuji-Nya dengan hati tulus. Bukan pujian karena aturan/perintah.
Jelas Allah bukanlah kekurangan kasih sayang, sehingga Dia membutuhkan pujian dari Anda. Pengikut Isa Al-Masih sudah menerima kasih Allah dalam diri Isa Al-Masih. Maka sudah sepatutnya kita juga mengasihi Allah dengan segenap hati.
Allah Menunjukkan Kasih-Nya Bagi Kita
Allah begitu mengasihi manusia berdosa. Maka Allah rela mengutus Isa Al-Masih, Kalimatullah ke dunia untuk menjadi manusia. Bahkan Dia harus wafat disalib untuk menanggung hukuman yang seharusnya manusia tanggung.
Semua Allah lakukan karena kasih-Nya yang begitu besar bagi manusia. “. . . supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya[Isa Al-Masih] beroleh hidup yang kekal” (Injil, Rasul Besar Yohanes 3:15).
[Staf Isa dan Islam – Untuk informasi lebih lanjut, silakan mendaftar untuk menerima secara cuma-cuma Buletin Mingguan “Isa dan Al-Fatihah.”]
Focus Pertanyaan Untuk Dijawab Pembaca
Staf IDI berharap Pembaca hanya memberi komentar yang menanggapi salah satu pertanyaan berikut:
- Mengapa Allah ingin agar kita memuji Dia dengan tulus dan penuh kasih, bukan ketaatan yang terpaksa?
- Menurut Anda, dengan cara apakah seseorang dapat mewujudkan kasihnya kepada Allah?
- Selain kasih Allah secara jasmani, apakah kasih Allah yang terbesar yang pernah Anda alami?
Komentar yang tidak berhubungan dengan tiga pertanyaan di atas, walaupun dari Kristen maupun Islam, maaf bila terpaksa kami hapus.
Untuk menolong para pembaca, kami memberi tanda ***** pada komentar-komentar yang kami merasa terbaik dan paling menolong mengerti artikel di atas. Bila bersedia, silakan juga mendaftar untuk buletin mingguan, “Isa, Islam dan Al-Fatihah.”
Apabila Anda memiliki tanggapan atau pertanyaan atas artikel “Pujian Kepada Allah: Perintah Atau Kasih?”, silakan menghubungi kami dengan cara klik link ini. Atau WA/ SMS ke: 0812-8100-0718
~
Kalau yang anda maksud doa tersebut adalah Alfatihah, maka saya jelaskan secara “hakikat” Al-Fatihah bukanlah doa hafalan. Al-fatihah adalah doa yang diletakkan roh ilofi (malaikat jibril di dalam pengertian Muslim) dimulut hambanya.
~
Saudara WA,
Benarkah Al-Fatihah bukan doa hafalan? Ketika SD, saya bersekolah di sekolah Islam. Sebagai sekolah Islam, kami murid-murid non-Islam (hanya ada beberapa) wajib mengikuti setiap aturan sekolah termasuk pelajaran agama Islam.
Saya masih ingat betul bagaimana kami diajar oleh guru agama menghafal Al-Fatihah. Setiap pagi kami melantunkannya sebelum pelajaran dimulai. Saya sendiri, walau sudah lama meninggalkan sekolah itu, masih hafal betul surah ini di luar kepala. Bagaimana tidak, selama enam tahun setiap pagi saya mengucapkannya. Apakah doa Al-Fatihah yang kami ucapkan setiap pagi itu keluar dari hati kami? Belum tentu! Bisa saja hanya sekedar hafalan, bukan?
Ketika kita mengucapkan sebuah kalimat/doa secara berulang-ulang sebanyak 17 kali sehari, di sepanjang umur kita, masih dapatkah dikatakan kalimat tersebut keluar dari hati? Demikian juga ketika seseorang mengucapkan al hamdu lilliahi, apakah tidak mungkin ucapan itu hanya spontanitas?
~
Saodah
~
Anda harus memisahkan antara pengertian sareat dan pengertian hakikat. Secara sareat boleh jadi Al-Fatihah bisa dihafal. Apa yang saya jelaskan di atas adalah pengertian hakikat. Sareat itu wadah, aturan, dogma, hukum. Hakekat itu isi, ruh.
~
Saudara WA,
Melihat penjelasan saudara di atas, antara saret dan hakikat, manakah yang sebenarnya diwajibkan. Apakah Al-Fatihah dianggap sebagai sareat, yaitu sebagai doa hafalan, atau hakikat?
Bagaimana saudara menyikapi fakta yang ada. Bahwa umumnya (walaupun tidak semua) umat Muslim memandang Al-Fatihah sebagai doa yang wajib dihafal.
~
Saodah
~
To Nasrani: Anda mengatakan doa yang anda panjatkan, keluar dari hati. Bagaimana dengan doa “Bapa Kami” yang anda panjatkan tiap minggu di gereja? Bukankah itu hafalan! Sesuatu yang hafalan tidak mungkin keluar dari hati.
~
Saudara Pengamat,
Memang benar dalam Injil ada yang disebut dengan doa “Bapa Kami.” Dan orang Kristen memang sering menaikkan doa ini. Tetapi, saudara salah bila mengatakan bahwa kami mengucapkan doa ini setiap minggu di gereja.
Doa “Bapa Kami” adalah doa yang diajarkan oleh Yesus. Bukan doa yang diwajibkan untuk didoakan setiap minggu. Yesus memberi contoh doa ini, untuk mengingatkan pengikut-Nya, agar ketika mereka berdoa, doa yang mereka naikkan tidak bertele-tele.
“Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan” (Injil, Rasul Besar Matius 6:7).
~
Saodah
~
To admin,
Masa sih anda meyakini cinta kasih? Bukannya di dalam Alkitab anda, penebusan dosa hanya untuk Yesus? Tidak fear doang, katanya cinta, kok Yesus diberi hukuman gara-gara anda berbuat dosa? Seharusnya anda yang berbuat, anda juga yang bertanggung-jawab. Itu baru fear.
~
Saudara Bobo,
Bila melihat kepada hukum dunia, memang apa yang saudara katakan itu benar. Siapa yang berbuat, dia yang menanggung akibatnya.
Namun, hukum Tuhan berbeda dengan hukum manusia. Karena Allah adalah Tuhan yang Maha Kasih. Bila Dia menerapkan hukum manusia (dan harus fear seperti yang saudara sampaikan) maka dapat dipastikan seluruh manusia tidak seorangpun layak masuk sorga.
Allah adalah Kasih. Dia tidak ingin manusia binasa dalam neraka. Untuk itulah Kalimatullah datang ke dunia dalam rupa manusia. Mati di kayu salib untuk mendamaikan manusia dengan Allah.
Apakah menurut saudara amal, ibadah, dan pahala sudah fear untuk masuk sorga? Jelas tidak! Karena manusia sudah terikat oleh dosa, maka manusia tidak dapat lepas dari dosa. Sebanyak apapun pahala seseorang, tetap tidak cukup untuk membawa dia ke sorga.
Renungkanlah ayat ini, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Injil, Rasul Besar Yohanes 3:16).
~
Saodah
~
Penekanan ajaran Islam hanya kepada ketaatan, mengasihi Allah, Muhammad serta Al-Quran saja. Tetapi tidak kepada sesama manusia. Islam jauh lebih penting dari pada manusia.
~
Terima kasih atas komentarnya.
Tidak demikian dalam kekristenan. Kitab Suci Allah mengajarkan untuk mengasihi Allah. “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu” (Injil, Rasul Markus 12:30).
Juga mengasihi manusia. “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Injil, Rasul Besar Matius 22:39).
Karena dengan mengasihi dengan segenap hati, maka kita pasti dapat memuji-Nya dengan hati tulus. Dan dapat melakukan kehendak Isa Al-Masih ini, “. . . Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Injil, Rasul Besar Matius 5:44).
~
Daniar
~
Terkait apa yg anda telah katakan bahwa pencantuman kata “bapa kami” dlm doa yg diajarkan Yesus, apakah ada buktinya bahwa Yesus mengajarkan kalian berdoa demikian? Apakah kalian berdoa dengan cara bernyanyi juga ajaran Yesus? Bukankah bernyanyi yg kalian sebut sebagai berdoa adalah hafalan semata yang tidak tulus dari hati?
~
Saudara Kageyama,
Dalam Kitab suci Allah saudara dapat mengetahui bagaimana Isa Al-Masih mengajarkan berdoa “Bapa Kami”. Selengkapnya dapat saudara baca dalam Injil Rasul Besar Matius 6:9-13.
Karena kasih dalam hati kami sehingga kami dapat bernyanyi dari dalam hati yang tulus. Memang bernyanyi juga dapat dikatakan sebagai berdoa karena isinya memuji Tuhan dan mengucap syukur atas kasihNya. Namun kami tidak berdoa dengan hafalan tapi keluar dari dalam hati kami.
Kiranya saudara juga dapat berdoa dengan tulus yang berasal dari hati bukan hafalan.
~
Daniar
*****
1) Jika orang kristen paksa saya memuji manusia yg telanjang di kayu salib = tiada gunanya (Injil Matius 7:22)
2) Tunduk pada perintah dan menjauhi larangan Allah (Injil Matius 19:17-21)
3) Kasih terbesar adalah mengenal satu-satunya Allah yang benar (Injil Yohanes 17:3)
*****
Saudara Ibrahim,
Terima kasih atas tanggapan saudara di atas.
1) Pertanyaannya: Mengapa Allah ingin agar kita memuji Dia dengan tulus dan penuh kasih, bukan ketaatan yang terpaksa?
Kami tidak memaksa siapapun untuk memuji Isa Al-Masih!
2) Sepertinya apa yang sdr lakukan karena dorongan takut dan perintah, benar begitu?
3) Bila sdr ingin mengenal Isa Al-Masih secara mendalam silakan hubungi kami di [email protected]
~
Daniar
~
Lakum dinukum waliyadin… Agamaku ya agamaku, agamamu ya agamamu…
Jangan berdebat masalah kepercayaan. Masing-masing saja biar hidup kita rukun.
~
Saudara 007,
Meskipun berbeda tetapi tetap bersatu. Itulah yang menjadi semboyan kita. Sehingga kita dapat hidup rukun di negeri tercinta kita ini.
Di sini kami bukan untuk mendebatkan kepercayaan. Mengenai tujuan kami selengkapnya silakan baca di link ini http://tinyurl.com/zlgkaao
Kiranya sdr tidak salah mengerti.
~
Daniar
~
Sdr Daniar,
Sebagai umat Muslim bagi kami cukuplah Al-Quran dan sunnah rasul sebagai pegangan buat keselamatan di dunia maupun di akherat nanti. Ini warisan nabi Muhammad buat umatnya sebelum beliau wafat. Oleh sebab itu kami tidak membutuhkan masukan dari agama lain terutama agama Kristen.
Al-Quran telah memberitahukan bahwa kitab lnjil yang asli sudah tidak ada lagi. Alkitab yang sekarang ini sudah mengalami beberapa kali revisi. Kalau bukan untuk memperdebatkan kepercayaan apa sebenarnya visi dan misi Sdr. Kami tidak bisa menerima apapun isi dari link-link yang sdr buat. Semuanya adalah karangan-karangan kalian secara otodidak.
~
Saudara Koreksi,
Kami sangat menghargai kepercayaan sdr. Namun, boleh bukan bila kami bertanya, menurut sdr pujian karena perintah atau kasih? Bagaimana menurut sdr?
Bagian mana dalam Kitab sdr yang memberitahukan bahwa Kitab Injil yang asli sudah tidak ada lagi?
Maksud dari situs kami selengkapnya dapat sdr baca di sini http://tinyurl.com/zlgkaao
Sekali lagi kami sampaikan bahwa tidak masalah bila sdr tidak bisa menerima isi link-link yang kami berikan.
Terima kasih selama ini sdr sudah meluangkan waktu untuk memberikan komentar di situs kami
~
Daniar
~
Daripada ketaatan akan melahirkan rasa kasih dan cinta
~
Saudara Muslim,
Artinya ketaatan tersebut bukan atas dasar kasih, tapi karena dorongan perintah atau aturan, benar?
Allah menginginkan pujian yang lahir dari hati tulus karena kasih. Bukan sekedar taat pada ajaran agama. Jadi, pujian yang diterima Allah adalah pujian spontan. Pujian yang berasal dari hati yang penuh dengan kasih bagi Allah.
~
Daniar
*****
Jawaban no 1. Menurut saya Allah tidak pernah minta dipuja, karena Allah adalah Sang Pencipta. Kalau Dia minta dipuja tentu Dia sdh ciptakan manusia seperti yg diminta dan kita tidak ada kata wajib, terpaksa atau tulus kita sdh pasti memuji Dia nyatanya kan tidak.
Jawaban no 2. Menurut saya Allah mencipta manusia untuk saling mengasihi sesamanya dg tulus ikhlas, sebagai wujud syukur kita sebagai mahluk sempurna yg diciptakan oleh Allah, itu yg diminta. Allah tidak butuh sesuatu dari ciptaan-Nya.
Jawaban no 3. Kasih Karunia-Nya yg Maha Suci Maha Pengasih lagi Maha Penyayang adalah memberikan perlindungan terhadap keselamatan hidup saya sepanjang sejarah pengalaman hidup saya sampai detik ini.
~
Saudara Basuki Wibowo,
1. Memang Allah memberikan kepada kita kehendak bebas, namun sebagai ciptaan-Nya sepantasnya bukan kita bersyukur dan memuji-Nya? Sehingga pujian yang kita naikkan bukan atas perintah/paksaan. Tapi pujian yang lahir dari hati tulus karena kasih.
2. Kami sependapat dengan sdr, wujud kasih kepada Allah adalah mengasihi sesama dengan tulus ikhlas. Dan kami sudah menerima kasih Allah dalam diri Isa Al-Masih. Maka sudah sepatutnya juga mengasihi Allah dengan segenap hati.
3. Kalau boleh tahu, bagaimana dengan kehidupan yang akan datang, apakah sdr juga yakin sudah pasti mendapatkannya, mengapa?
~
Daniar
~
Staff idi, mengenai akhirat Allah itu maha adil, tidak akan ada yang bisa mengubah ketetapan Allah. Neraka atau sorga, Allah lah yang menentukan karena Allah sudah mencatat amal-amal kita kelak akan ada ganjarannya. Allah pula sudah mencatat amal buruk kita, kelak pasti akan ada hukumannya juga.
Kenapa harus takut, tinggal berbuat baik, menaati peraturannya, ikhlas, selesai. Sekalipun saya tidak kuat di neraka tapi itu kan karena perbuatan buruk kita di dunia, Ya memang pasti ada timbal baliknya. Ketetapan ini bukan hanya di sorga kan di dunia pun ada hukumannya dari manusia sendiri, apalagi dari Allah.
~
Saudara Budi,
Kami sependapat dengan sdr, bahwa Allah maha adil, tidak ada yang bisa mengubah ketetapan-Nya, dan menentukan nasib kekal manusia.
Bila membaca ayat ini jelas bahwa tempat bagi orang berdosa ialah kekal di neraka, “Barangsiapa berbuat dosa dan ia telah diliputi oleh dosanya, mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”(Qs 2:81).
Ayat itu menunjukkan ketetapan Allah akan keadilannya diakhirat dan menentukan nasib orang berdosa. Yaitu dihukum di neraka, bukankah demikian sdrku? Menurut sdr, adakah yang dapat mengubah ketetapan ini?
~
Daniar
~
Itu kan peringatan buat orang berdosa, tapi anda baca pernyataan untuk yang berbuat baik, apa ganjarannya? Jika anda membaca di keduanya baru itu perbandingan yang adil.
Yang menggugurkan dosa itu taubat nashuha.
~
Saudara Anda Stress,
Bila membaca kitab sdr dalam Qs 51:56, bahwa manusia diciptakan agar mengabdi kepada Allah. Dengan kata lain menaati Dia adalah kewajiban manusia. Jadi berbuat baik guna beroleh pahala tidaklah sesuai dengan tujuan penciptaan.
Menurut sdr yang menggugurkan dosa adalah taubatan nashuha. Silakan direnungkan, dapatkah Allah disebut adil bila tidak menghukum dosa, tapi hanya mengampuni dosa. Maka perintah dan larangan Allah tidak berguna, sebab semua pelanggaran diampuni-Nya. Bukankah kecuali Maha Pengampun, Allah juga Maha Adil, yaitu menghukum dosa?
Oh ya, apakah sdr sudah pernah melakukan taubatan nashuha? Lalu apakah sdr yakin dosa-dosa sdr terhapus?
~
Daniar
*****
1. Allah tidak butuh pujian, karena Dia sudah maha terpuji. Puji-pujian lahir dari kekaguman dan kecintaan hamba terhadap kuasa Allah. Tanpa terlebih dulu ada rasa kagum tidak mungkin ada cinta. Cinta lahir dari perjuangan dan penghambaan.
2. Mengasihi dan menyayangi sesama seperti Allah mengasihi dan menyayangi diri kita
3. Hidup
*****
Saudara Asep Sulaiman,
Terima kasih telah menjawab pertanyaan fokus artikel di atas.
1. Jelas Allah bukanlah kekurangan kasih sayang, sehingga Dia membutuhkan pujian dari kita. Pengikut Isa Al-Masih sudah menerima kasih Allah dalam diri Isa Al-Masih. Maka sudah sepatutnya kita juga mengasihi Allah dengan segenap hati, bukan?
2. Kami sependapat dengan sdr.
3. Ya, kamipun merasakan itu. Bagaimana dengan hidup yang kekal yaitu masuk sorga. Apakah sdr juga yakin pasti kasih Allah tersebut tercurah bagi sdr?
~
Daniar
1.sanggupkah anda mengasihi Tuhan?? Banyak firman Tuhan yg anda sebutkan yg memiliki makna ” tdak ada satu kebaikan yang tanpa kenhendakNya”, jadi siapa yang memampukan diri kita untuk mengasihi??apakah kita, atau Tuhan dengan segala kehendak dan kuasanya
3.saya dapat berkata ” hari ini saya bersyukur, saya pastikan saya mendapatkan syurga”
*****
Sdr. Asep Sulaiman,
Berikut tanggapan kami:
#1) Mari perhatikan firman Allah berikut:
“Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita” “… Allah adalah kasih …” (Surat 1 Yohanes 4:10,16). Dengan demikian benar bahwa Allah sumber kasih itulah yang memprakarsai dan mendahului berbuat kasih kepada kita sehingga kita dimampukan untuk mengasihi-Nya. Nah, bagaimana dengan keyakinan yang Anda hayati, siapa yang lebih dulu mengasihi, Allah atau manusia?
#3) Apa dasar keyakinan Anda mendapatkan surga? Jika karena mengucapkan “Hari ini saya bersyukur, saya pastikan saya mendapatkan surga”, alangkah mudahnya surga diraih hanya dengan berucap “syukur”? Jadi siapa pemilik surga yang sebenarnya, Allah atau kita sehingga kita yang memastikannya?
Silakan Anda tanggapi pertanyaan-pertanyaan kami, Sdr. Asep.
~
Yuli
~
Yuli,
Keyakinan saya mengajarkan bahwa semua yang terjadi di dunia ini melalui kehendak-Nya.
Contohnya, saya bisa mengasihi jika saya sudah menerima. Dengan dasar itulah kita diimampukan, bukan mampu.
Hanya dengan bahasa saja Anda bisa terkecoh.
Apakah eseni syukur itu, mbak Yuli? Ada berapa tahapan agar kita mampu bersyukur? Agar jawabanya saya jelas, mohon dijawab dulu pertanyaan saya.
~
Sdr. Asep Sulaiman,
Pemahaman Anda benar, Allah lebih dulu mengasihi manusia, bukan sebaliknya. Hanya saja, hal ini tidak konsisten dengan pernyataan Anda semula (tanggal 2018-02-08 01:55): “Puji-pujian lahir dari kekaguman dan kecintaan hamba terhadap kuasa Allah. Tanpa terlebih dulu ada rasa kagum tidak mungkin ada cinta. Cinta lahir dari perjuangan dan penghambaan”. Pernyataan ini tidak menyiratkan “kasih Allah” yang memulai. Anda hanya menyatakan “kuasa Allah” (bukan “kasih-Nya”) yang kemudian oleh “prakarsa manusia” berusaha disadari, dikagumi, dan dicintai dengan perjuangan dan penghambaan. Bukankah ini menekankan usaha keras manusia untuk mencintai-Nya, bukan sebaliknya?
Pertanyaan Anda tentang esensi syukur dan tahapannya makin memperjelas konsep Anda semula tentang “prakarsa awal manusia” untuk mencintai Allah agar bisa masuk surga. Pertanyaan penting untuk mengujinya:
– Bukankah kasih sejati terbukti dari tindakan nyata?
– Tindakan kasih seperti apa yang Allah Anda lakukan agar Anda selamat ke sorga?
– Bukankah Ia hanya diam di arsy, menjanjikan keselamatan hanya bagi yang bertakwa (Qs 19:72 – “takwa” Anda kesankan cinta dan ketaatan penghambaan)?
– Di mana bukti kasih-Nya? Jika sekedar: “Allah memberi hidup” (jawaban Anda tanggal 2018-02-08 01:55), masih bisakah disebut “kasih” jika hanya menciptakan tapi tidak mempedulikan nasib akhir ciptaan-Nya?
~
Yuli
~
Tentang perintah (paksaan) dan kasih (tulus/ikhlas). Jika perintah itu ada ukurannya (mau apa tidak) tapi kasih (ikhlas) tidak ada standarnya. Umat Nasrani dalam pujian kepada Yesus itu ikhlas mana kita tahu. Hati orang hanya Tuhan yang tahu.
~
Saudara Dora,
Kami setuju dengan saudara bahwa hati orang hanya Tuhan yang tahu. “TUHAN melihat hati” (Kitab 1 Samuel 16:7). Sehingga Allah mengetahui setiap orang yang memuji-Nya. Apakah itu karena paksaan atau kasih.
Pertanyaannya apakah kita harus diperintah untuk memuji Allah? Lagi, menurut saudara Allah berkenan dengan pujian karena kita dipaksa untuk memuji atau karena pujian kita lahir dari kasih dan disampaikan dengan hati tulus? Bagaimana menurut saudara?
~
Daniar