Nahdlatul Ulama (NU) adalah organisasi Islam Moderat Indonesia. Yenny Wahid, aktivis Muslim Indonesia dan puteri dari Tokoh Muslim NU Indonesia, Abdullah Rahman Wahid (Gus Dur), berkata, “Anda tidak dapat mengubah kepercayaan seseorang dengan memaksa mereka untuk menerima cara hidup Anda. Jadi kami melakukan dakwa dengan cara damai, sama seperti agama lain.” (dilansir dari Media thestar.com).
Kami setuju dengan pernyataan Ibu Yenny tersebut “aktifis Islam berdakwalah dengan cara damai”. Keyakinan lahir dari pribadi masing-masing, bukan atas paksaan. Dengan melihat fakta-fakta berikut, Anda akan mengetahui bagaimana agama-agama samawi melakukan dakwanya.
Cara Isa Berdakwa Contoh Mulia
Selama lebih dari tiga tahun Isa Al-Masih berdakwa. Namun Kitab Suci Injil tidak sekalipun mencatat, Isa berdakwa dengan kekerasan. Dia melakukannya dengan penuh kasih. “Demikianlah Yesus berkeliling ke semua kota dan desa; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Sorga serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan” (Injil, Rasul Besar Matius 9:35).
Ketika Isa mengutus rasul-rasul-Nya untuk berdakwa. Isa berpesan, “Dan kalau ada suatu tempat yang tidak mau menerima kamu dan kalau mereka tidak mau mendengarkan kamu, keluarlah dari situ dan kebaskanlah debu yang di kakimu sebagai peringatan bagi mereka” (Injil, Rasul Markus 6:7-11).
Demikianlah, Isa tidak pernah memerintahkan rasul-rasul-Nya untuk berdakwa secara paksa. Ayat ini sangat tepat jika dijadikan seruan untuk Islam berdakwalah dengan cara damai.
Apakah Allah Berkenan Dengan Dakwa Kekerasan?
Demikian juga dengan agama Buddha dan Hindu. Melalui sejarah kita mengetahui, kedua agama ini juga berdakwa tanpa kekerasan. Setidaknya di Indonesia, penyebaran kedua agama tersebut dilakukan lewat perdagangan. Oleh pedagang dan brahmana dari India atau China.
Berbeda dengan agama Islam. Bagaimana sepak-terjang Nabi Islam tatkala berdakwa. Serta ayat-ayat Al-Quran yang senada soal dakwa, seperti “Perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama semata-mata bagi Allah” (Qs 8:39). Juga lewat sepak-terjang para teroris, baik di Indonesia maupun di luar. Kita dapat menyimpulkan bahwa agama ini melakukan dakwanya dengan cara yang berbeda. Hai umat Islam, berdakwalah dengan cara damai!
Ayat keempat dari sura Al-Fatihah berbunyi “yang menguasai hari pembalasan.” Yang dimaksud dalam ayat ini adalah Allah. Dengan kata lain, bila seseorang mengingkari Allah, maka Allah satu-satunya yang berhak memberi pembalasan. Bukan umat-Nya!
Allah Mencintai Jalan Damai, Bukan Perang!
Allah itu maha kasih. Semua agama samawi tentu setuju dengan hal ini. Allah yang maha kasih tentu merindukan semua umat saling mengasihi. Allah yang maha kasih, mustahil memerintahkan umat untuk saling bunuh.
Isa Al-Masih, sebagai Kalimat Allah, tahu betul akan hal itu. Teladan yang ditunjukkan-Nya tatkala mendoakan orang-orang yang telah menyalib-Nya, patut untuk dicontoh. “Isa berkata, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Injil, Rasul Lukas 23:34).
Kematian Isa Al-Masih disalib adalah untuk membenarkan manusia berdosa di hadapan Allah. Ia sudah menyerahkan nyawa-Nya demi sahabat-sahabat-Nya. Anda pun dapat menjadi sahabat Isa dan menerima pembenaran itu, jika Anda berkenan menerima-Nya.
[Staf Isa dan Islam – Untuk informasi lebih lanjut, silakan mendaftar untuk menerima secara cuma-cuma Buletin Mingguan “Isa dan Al-Fatihah.“]
Focus Pertanyaan Untuk Dijawab Pembaca
Staf IDI berharap Pembaca hanya memberi komentar yang menanggapi salah satu pertanyaan berikut:
- Mungkinkah dakwah yang dilakukan dengan cara kekerasan berasal dari Allah? Jelaskan alasan saudara!
- Mengapa hanya agama Islam yang mempunyai cara berdakwa berbeda dari agama-agama samawi lainnya?
- Menurut saudara, manakah lebih baik, berdakwa dengan kekerasan atau kasih? Jelaskan alasan saudara!
Komentar yang tidak berhubungan dengan tiga pertanyaan di atas, walaupun dari Kristen maupun Islam, maaf bila terpaksa kami hapus.
Untuk menolong para pembaca, kami memberi tanda ***** pada komentar-komentar yang kami rasa terbaik dan paling menolong mengerti artikel di atas. Bila bersedia, silakan juga mendaftar untuk buletin mingguan, “Isa, Islam dan Al-Fatihah.”
Apabila Anda memiliki tanggapan atau pertanyaan atas artikel, “Aktifis Islam: Berdakwalah Dengan Cara Damai!”, silakan menghubungi kami dengan cara klik link ini. Atau SMS ke: 0812-8100-0718
~
Apa bukti Yesus turun untuk membawa damai? Silahkan baca ayat berikut, Matius 10:34 “Jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi; Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang.”
Cocok memang dengan gambar pedang pada judul forum diskusi ini. Staff Isa dan Islam dan Nasrani akan membantah dengan mengatakan bahwa Yesus berkata demikian, yang Ia maksudkan ialah bahwa itu adalah akibat yang terjadi dari kedatangan-Nya, bukan menjadi tujuan kedatangan-Nya. Karena kebenaran Yesus akan ditentang oleh banyak orang.
Bantahan yang mereka kutip berdasarkan ajaran gereja (karena tidak tertulis di Alkitab), menjadi bukti bahwa mereka bukanlah pengikut Yesus, Roh Kudus dan Alkitab, melainkan pengikut ajaran gereja!
~
Sdr. Zakir Naik,
Memang benar ayat yang sdr kutip di atas ada dalam Injil. Tapi sudah benarkah sdr memahami arti dari perkataan Yesus tersebut? Belum!
Tujuan kedatangan Yesus bukan untuk membawa pedang. Tapi, dampak kedatangan Yesus berdampak menimbulkan peperangan di antara keluarga. Dalam hal ini, sdr harus terlebih dahulu mengerti perbedaan makna “tujuan” dan “dampak/akibat.”
Perhatikan ayat selanjut dari ayat yang sdr kutip di atas. “Sebab Aku datang untuk memisahkan orang dari ayahnya, anak perempuan dari ibunya, menantu perempuan dari ibu mertuanya, dan musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya. Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku” (Matius 10:35-37).
Maksud ayat di atas bukan Yesus membawa pedang. Tapi, siapapun yang menerima Yesus sebagai Juruselamat (khususnya umat Muslim), maka seisi rumahnya akan memusuhi dan menolak dia. Bukankah begitu faktanya?
~
Saodah
~
Menurut saudara, manakah lebih baik, berdakwa dengan kekerasan atau kasih?
Tentu saja berdakwa dengan kasih sehingga bisa diterima juga dengan kasih. Jika dengan kekerasan bisa menerima dengan terpaksa karena takut dianiaya bahkan dibunuh.
~
Sdr. Mentari,
Kami setuju dengan analisa yang sdr berikan. Mengacu pada cara berdakwa yang diajarkan dalam Injil dan Al-Quran, kami menyimpulkan bahwa sdr setuju dengan cara Isa Al-Masih berdakwa. Bukankah demikian?
~
Saodah
~
Mengapa Anda menghapus komentar saya?
~
Sdr. Hendry,
Sebenarnya kami tidak menghapus komentar saudara. Yang kami hapus adalah komentar yang sdr tulis secara double. Sdr sering memuat komentar yang sama secara berulang-kali pada artikel yang berbeda.
Saran kami, bila sdr memberi komentar, cukup tuliskan komentar tersebut pada satu artikel saja. Tidak perlu dicantumkan di beberapa artikel. Karena kami akan menanggapi komentar sdr, walaupun sdr hanya mencantumkannya pada salah satu komentar.
Demikian pemberitahuan dari kami. Kiranya sdr dapat memperhatikan dan mengikuti aturan yang ada. Terimakasih!
~
Saodah
~
Anda salah paham, bahwa Islam tidak pernah mengajarkan dakwah dengan kekerasan. Kalau Islam diperangi kemudian mempertahankan diri itu jawabnya ya. Sahid.
~
Sudiro,
Menyenangkan sekali membaca komentar Anda bahwa Islam tidak pernah mengajarkan kekerasan. Sebab hal ini perlu dibuktikan secara konkret dari Al-Quran. Faktanya, Allah SWT mengajarkan kekerasan. Hal ini tertulis dalam Al-Quran. Misal, Qs 8:12, “Ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: ‘Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkan orang-orang yang telah beriman.’ Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka.” Bukankah ini mengerikan sekali? Mengapa harus memancung ujung-ujung jari dan memenggal kepala? Dapatkah Anda menjelaskan hal ini?
Hal ini amat berbeda dengan Isa Al-Masih. Isa Al-Masih tidak pernah mengajarkan kekerasan kepada para pengikut-Nya. Sebaliknya, Isa Al-Masih mengajarkan untuk mendoakan musuh yang menganiaya (Injil, Rasul Besar Matius 5:44). Bukankah ini menakjubkan? Mencermati ini, maka Isa Al-Masih memiliki ajaran yang lebih tinggi dan luhur. Faktanya, Isa Al-Masih tidak memaksa siapapun untuk percaya pada-Nya.
~
Solihin