Satu hari, saya didatangi oleh adik rohani saya yang masih remaja. Dia mengeluhkan orang tuanya yang selalu menilai dia salah. “Saya sudah berusaha melakukan yang terbaik, tapi mengapa saya selalu salah di hadapan orang tua saya”?
Kita sering berusaha semaksimal mungkin untuk bagaimana menjadi benar di hadapan orang lain. Di hadapan suami/isteri. Di hadapan orang tua, atau mungkin di hadapan anak-anak kita. Sayangnya, usaha yang kita lakukan tidak cukup membuat kita benar di hadapan mereka.
Bila kebenaran yang kita lakukan kepada orang-orang yang kita cintai tidak cukup membuat kita benar di hadapan mereka, bagaimana dengan Allah? Adakah hal yang dapat kita lakukan agar kita menjadi benar di hadapan Allah?
Mencari Allah Dengan Kekuatan Sendiri
Ayat ke-enam dari Al-Fatihah berbunyi “Ihdina s-sirat al-mustaqim. Artinya, tunjukilah kami jalan yang lurus” (Qs 1:6). Inilah salah satu perkataan yang selalu diucapkan umat Muslim dalam sholatnya.
Kedasaran manusia sebagai pribadi yang lemah dan rentan akan dosa, mendorong mereka untuk mencari jalan yang benar. Bermodalkan akal dan pikiran yang Allah berikan, manusia berusaha mencari Allah dengan usaha mereka sendiri. Sayangnya, usaha tersebut sepertinya sia-sia. Alhasil, umat-Nya kembali bertanya “tunjukilah kami jalan lurus!.”
Bagaimana Menjadi Benar di Hadapan Allah
Keterikatan manusia akan dosa, membuat manusia bingung jalan mana yang harus diikuti untuk berkenan di hadapan Allah. Bahkan, seorang nabi Allah menuliskan pertanyaan tersebut dalam Kitab Allah. “Maka bagaimana gerangan manusia benar di hadapan Allah? Bagaimana gerangan orang yang diperanakkan oleh perempuan itu suci dari pada salah?” (Kitab Nabi Ayub 25:4).
Kebingungan yang dialami Ayub untuk menjadi benar di hadapan Allah, adalah kebingungan yang sama, yang dialami semua manusia. Itulah sebabnya ayat ke-enam Al-Fatihah mendorong kita memohon: Tunjukilah kami jalan yang lurus!
Keselamatan Kasih Karunia Allah
Firman Allah berkata, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri” (Injil, Surat Efesus 2:8-9).
Sia-sialah setiap usaha yang dilakukan oleh manusia untuk bagaimana menjadi benar di hadapan Allah. Karena yang dapat membenarkan manusia semata-mata hanya kasih karunia Allah. Dan anugerah itu hanya diberikan bagi mereka yang sungguh-sungguh mencari dan menerimanya. Ketika mereka sungguh-sungguh mencarinya, Sang Kebenaran itu akan menyambutnya dan berkata: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Injil, Rasul Besar Yohanes 14 : 6).
Agar dapat dibenarkan di hadapan Allah, seseorang harus mengenal Isa Al-Masih sebagai satu-satunya Kebenaran. Hanya orang yang menanggapi dengan iman dan pertobatan serta menerima Isa Al-Masih sebagai Tuhan dan Juruselamat yang dapat diselamatkan.
Focus Pertanyaan Untuk Dijawab Pembaca
Staf IDI berharap Pembaca hanya memberi komentar yang menanggapi salah satu pertanyaan berikut:
- Menurut saudara, apakah amal, ibadah, dan pahala dapat membenarkan seseorang di hadapan Allah? Mengapa?
- Menurut saudara, apakah alasan umat Muslim selalu berdoa “tunjukilah kami jalan lurus”?
- Dengan cara apakah seseorang dapat benar di hadapan Allah?
Komentar yang tidak berhubungan dengan tiga pertanyaan di atas, walaupun dari Kristen maupun Islam, maaf bila terpaksa kami hapus.
Untuk menolong para pembaca, kami memberi tanda ***** pada komentar-komentar yang kami merasa terbaik dan paling menolong mengerti artikel di atas. Bila bersedia, silakan juga mendaftar untuk buletin mingguan, “Isa, Islam dan Al-Fatihah.”
Apabila Anda memiliki tanggapan atau pertanyaan atas artikel “Bagaimana Menjadi Benar Di Hadapan Allah”, silakan menghubungi kami dengan cara klik link ini. Atau SMS ke: 0812-8100-0718
*
Mau hidup kekal? Akui Isa Al-Masih sebagai utusan Allah.
“Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus” (Injil, Rasul Besar Yohanes 17:3).
~
Hidup yang kekal bukanlah hanya hidup yang tanpa akhir. Hidup kekal merupakan kualitas hidup yang kita terima dari Allah ketika kita menerima Isa Al-Masih bukan hanya sebagai utusan Allah melainkan sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi.
Hidup kekal juga meliputi suatu persekukutan yang hidup sekarang ini dengan Isa Al-Masih. Tidak ada hidup yang kekal jika kita tinggal di luar Isa Al-Masih.
Harapan di masa depan. Hidup kekal dikaitkan dengan kedatangan Isa Al-Masih untuk umat-Nya yang setia dan berjaga-jaga menantikan kedatangan-Nya.
~
SL
*
Aku setuju.
~
Firman Allah berkata, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri” (Injil, Surat Efesus 2:8-9).
Orang dapat diselamatkan dari hukuman neraka bukan karena usahanya sendiri, perbuatan amal ataupun usaha untuk sungguh-sungguh mentaati perintah Allah. Mereka dapat diselamatkan semata-mata hanya oleh kasih karunia Allah.
Agar mempunyai hidup kekal seseorang harus mengenal Isa Al-Masih sebagai satu-satunya Juruselamat bagi manusia berdosa. Hanya orang yang menanggapi dengan iman dan pertobatan serta menerima Isa Al-Masih sebagai Tuhan dan Juruselamat yang dapat diselamatkan.
~
SL
*
Allah maha pengasih, manusia diberi akal yang paling sempurna dibanding mahluk lainnya. Mari kita manusia pergunakan akal kita tapi yang sehat. Sebab akal yang sehat kunci kehidupan dunia dan kehidupan kekal.
Akal sehat kunci untuk mencari jalan keselamatan (jalan yang lurus). Untuk membuka pintu sorga, kita butuh anak kunci. Anak kuncinya ada di Cinta Kasih. Siapa yang membawa cinta kasih (anak kunci)? Jawabannya tanyakan sama ahli Alkitab yang terdahulu.
~
Salah satu indikasi orang berakal seharusnya memang berpikir dengan akalnya, masalahnya tidak semua manusia pintar punya waktu untuk memikirkan hal-hal rohani. Mereka terlena oleh aktifitas keduniawian sehingga tidak sempat meluangkan waktu untuk memikirkan tentang jalan keselamatan.
Walaupun keselamatan itu adalah anugerah Allah, namun anugerah itu hanya diberikan bagi mereka yang sungguh-sungguh mencari dan menerimanya. Mereka akan menemukan kasih Allah dalam Isa Al-Masih yang telah rela menyerahkan nyawa-Nya untuk manusia berdosa.
Ketika mereka sungguh-sungguh mencarinya, Sang pembawa kasih itu akan menyambutnya dan berkata: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Injil, Rasul Besar Yohanes 14 : 6).
~
SL
*
Kami percaya Isa Al-Masih sebagai utusan Allah, bukan Anak Allah atau Tuhan. Saya rasa cukup jelas dalam Bible ayat-ayat yang menyatakan bahwa Isa Al-Masih adalah utusan Allah.
Sebaliknya tidak ada satu ayat pun dalam Bible yang menyatakan bahwa Isa Al-Masih adalah Tuhan.
Juga tidak ada ayat yang menyuruh untuk menyembah beliau, Isa Al-Masih.
~
Saudara Edo , saya tidak menolak kalau Isa Al-Masih itu dikatakan sebagai utusan Allah. Namun di dalam Injil juga disebutkan bahwa Isa Al-Masih adalah Firman/Kalimat Allah. “Pada mulanya adalah Firman; dan itu adalah Allah” dan “Firman itu telah menjadi manusia” ( Injil, Rasul Besar Yohanes 1:1,14).
Ayat di atas menerangkan bahwa Isa Al-Masih sebelum menjadi manusia, keberadaan-Nya sebagai “Firman/ Kalimat Allah”. Sebagai “Kalimat Allah” jelas menekankan bahwa Isa Al-Masih kekal adanya. Dan jikalau Isa Al-Masih kekal, jelas Ia adalah Allah.
Umat Kristen mempercayai bahwa Isa Al-Masih adalah Tuhan yang layak disembah. Untuk apa lagi Dia harus mengumumkan kepada umat-Nya dan berkata: “Akulah Tuhan, sembahlah Aku!”
Alkitab juga merekam bahwa Isa Al-Masih tidak menolak disebut Tuhan dan disembah oleh murid-Nya. “Ketika Simon Petrus melihat hal itu ia pun tersungkur di depan Yesus dan berkata: “Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa” (Injil, Rasul Lukas 5:8).
~
SL
*
Staff Isa dan Al-Fatihah,
Surat Al Fatihah menyebutkan :
Dengan nama Allah yang Maha luas dan kekal belas kasih-Nya kepada orang mukmin serta Maha Penyayang kepada semua makhluk-Nya.
Segala ungkap puji dan syukur hanyalah berhak ditujukan kepada Allah, Pengatur dan Penguasa alam semesta.
Yang Maha luas dan kekal belas kasih-Nya kepada orang mukmin,serta Maha Penyayang kepada semua makhluk-Nya.
Tuhan yang menguasai hari pembalasan.
~
Ayat ke-enam Al-Fatihah tertulis, “Tunjukilah kami jalan yang lurus. Jalan lurus adalah berjalan dalam kebenaran yang berkenan kepada Allah.”
Dalam Injil, Isa Al-Masih mengatakan: “Akulah jalan dan kebenaran” (Injil, Rasul Besar Yohanes 14:6).
Kebenaran moral tidak bisa disampaikan hanya dengan kata-kata, tapi harus dengan teladan. Banyak orang dapat mengatakan, “Aku telah mengajarkan kebenaran kepadamu”, tetapi tidak ada yang dapat berkata, “Akulah Kebenaran”.
Dalam pribadi Isa Al-Masih ialah bahwa tidak hanya “pernyataan” mengenai kesempurnaan moral dalam Dia, tetapi juga “kenyataan” mengenai kesempurnaan moral mendapatkan realisasinya dalam Dia.
~
SL
*
Staff Isa dan Al-Fatihah,
Hanya kepadaMu kami taat dan tunduk dan hanya kepadaMu kami memohon pertolongan untuk menaati-Mu
Tuntunlah kami mengikuti Islam. Yaitu agama yang diikuti oleh orang yang telah Engkau karunia hidayah Islam sampai mati. Bukan agama kaum Yahudi yang dihinakan oleh Allah, dan bukan pula agama kaum Nasrani yang mengingkari kenabian Muhammad.
Selamat merenungkan.
~
Isa Al-Masih tidak pernah menolak atau menghina orang-orang yang tidak benar. Justru Isa Al-Masih sebagai Sang Kebenaran itu membenarkan orang-orang berdosa yang datang kepada-Nya oleh karena iman.
“Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus” (Injil, Surat Roma 5:1).
Pengorbanan-Nya menutupi dosa-dosa kita, mengijinkan Allah memandang kita sempurna dan tak bercela. Hal ini memenuhi tuntutan Allah untuk kesempurnaan; dan karena itu Dia menyatakan kita tidak bersalah – Isa Al-Masih membenarkan kita.
~
SL
~
Yesus adalah anak yang durhaka kepada ibunya karena berkata bahwa dialah Kebenaran dan Hidup dan tidak ada yang datang kepada Bapa kecuali melalui Dia, padahal Tuhan sendiri menghadirkan Yesus kedunia melalui rahim ibunya. Hadits Nabi “Keridhoan Tuhan tergantung keridhoan ibu Bapa”. Muhammad mengajarkan manusia untuk memuliakan ibunya, karena dari rahim ibunyalah Tuhan menghadirkan manusia ke dunia.
~
Salam Sdr. Pengamat,
Terimakasih untuk pemaparan saudara.
Pernyataan yang Isa Al-Masih katakan yakni “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Injil, Rasul Besar Yohanes 14 : 6). Apakah ini menandakan bahwa Dia berdosa/durhaka terhadap ibunya?
Barangkali saudara perlu membaca dalam kitab saudara bahwa Isa Al-Masih suci. Dengan kata lain, Dia tidak pernah berbuat dosa. Itu adalah bukti nyata. Jika saudara mengatakan Isa Al-Masih durhaka, maka saudara menolak kesaksian yang diberikan kitab saudara bahwa Isa Al-Masih suci, bukankah demikian?
~
Salma
~
To Staff Isa dan Islam dan Nasrani:
Keselamatan adalah anugerah Allah, yang diperoleh manusia melalui keikhlasan dalam amal perbuatan. Dimana posisi amal perbuatan kalau bukan amal perbuatan, tetapi hanya kasih anugerah Allah kalian dan Yesus yang dapat menyelamatkan manusia. Ungkapan rasa syukur? Jadi kalian tidak mau bersyukur kalau tidak diselamatkan. Itukah ajaran Tuhan kalian?
~
Saudara Zakir Naik benar, keselamatan adalah anugerah Allah di dalam Isa Al-Masih.
Disebut anugerah karena semata-mata hanya pemberian dari Allah. Bukan karena usaha/perbuatan kita. Kiranya dapat membaca penjelasan kami tentang anugerah pada link ini http://tinyurl.com/87ccs5z
Sdr. Zakir Naik, sebagai ciptaan Allah tentunya kita patut bersyukur bukan atas Pencipta kita? Apalagi sebagai umat-Nya yang notabene telah berdosa dan layak mendapat hukuman. Karena kasih-Nya kita mendapat keselamatan. Menurut saudara Zakir terhadap kedermawanan/kemurahan Allah tersebut, apa yang sepatutnya kita lakukan?
~
Daniar
~
Dalam Islam nabi Isa nabi suci dan mulia, tapi semua nabi juga suci dan mulia dalam Islam. Dia orang baik kita jauh dari kata baik.
Namun berkat para nabi yang mengajarkan kemuliaan, kita mengenal amal yang baik. Dan akhirnya Allah menurunkan makhluknya yang termulia yakni nabi besar Muhammad saw. Dia tidak pernah cari keuntungan, dia tidak menuhankan dirinya. Sekalipun masyarakat Arab sangat mencintainya. Itu bukti kebenaran ajaran Islam buatku. Ajarannya sangat mudah dimengerti dan sangat jelas kebenarannya. Bagiku tidak ada yang cacat, Islam adalah agama yang lurus.
~
Saudara Anda Stress,
Kami sangat menghargai kepercayaan sdr. Namun pernahkah sdr melakukan riset atau penelitian terhadap apa yang sdr paparkan di atas. Seperti bahwa semua nabi suci, kiranya sdr dapat menunjukan ayat atau dasar dari pernyataan sdr tersbut.
Namun adalah jelas dalam kitab sdr menyatakan bahwa Isa Al-Masih adalah “. . . seorang anak laki-laki yang suci” (Qs 19:19). “Seorang terkemuka di dunia dan di akhirat” (Qs 3:45).
Yang menjadi persoalan kita adalah bagaimana menjadi benar di hadapan Allah. Demikian setiap hari pun sdr berdoa untuk minta ditunjukkan jalan yang lurus, benar demikian?
~
Daniar
*****
1. Bentuk amal ibadah tidak bisa membuat manusia mengaku benar, dikarenakan amal ibadah itu untuk keselamatan dan kesejahteraan manusia itu sendiri
2. Ayat itu adalah bentuk pernyataan dari manusia tentang siapa dirinya di hadapan Allah. Mahluk yang lemah, hanya Allah yang memberikan segalanya.
3. Tidak ada cara untuk mengaku benar di hadapan Allah, karena secara kodrati manusia tempat salah dan lupa. Hanya manusia diberikan hak berterima kasih (bersyukur) kepada Tuhan yang maha segalanya.
*****
Saudara Asep Sulaiman,
Terima kasih telah menjawab pertanyaan-pertanyan kami di atas.
1. Bila amal, ibadah tidak dapat membenarkan seseorang di hadapan Allah. Mengapa sdr dapat mengatakan bahwa amal ibadah itu untuk keselamatan dan kesejahteraan manusia itu sendiri, apa maksudnya?
2. “tunjukilah kami jalan lurus” merupakan bentuk permohonan, bukan? Bukan sekedar pernyataan, benar tidak?
3. Kami setuju, bahwa manusia cenderung salah dan lupa. Sehingga usaha manusia tidak dapat menjadikan benar dihadapan Allah. Yang dapat membenarkan manusia semata-mata hanya anugerah Allah. Bagi yang mau menerima anugerah, Sang Kebenaran akan menyambutnya dan berkata:
“Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku”(Injil, Rasul Besar Yohanes 14:6). Sehingga kita dapat diselamatkan.
~
Daniar
~
1. Jika menurut Snda demikian, sanggupkah Snda mengaku benar di hadapan Tuhan? Amal ibadah adalah kepastian dan kenyataan hidup yang harus dijalani manusia karena itu adalah petunjuk dari Tuhan untuk kesejahteraan manusia, bukan untuk mengaku benar di hadapan Tuhan.
2. Konteks ayat di atas harus anda alami dulu. Taanpa perjalanan yang dilewati tentang ayat di atas, Anda tidak akan tahu esensi, substansi dari makna ayat tersebut.
3. Saya paham apa yang Snda maksud. Saya ingin bertanya pada Anda. Tolong jelaskan kepada saya apa itu Ruh?
~
Sdr. Asep Sulaiman,
Terimaaksih untuk tanggapan Anda atas pertanyaan kami. Berikut tanggapan kami:
1) Anda menyatakan: “Amal ibadah adalah kepastian dan kenyataan hidup yg harus dijalani … untuk kesejahteraan manusia, bukan untuk mengaku benar di hadapan Tuhan”. Apakah “kesejahteraan” yang Anda maksud tidak berhubungan dengan keselamatan di akhirat? Sebab, bukankah syarat mutlak masuk sorga Allah yang Maha Suci adalah “berstatus benar di hadapan Allah” (bersih dari dosa)? Jika demikian, tentu amal ibadah Anda tidak mungkin bisa menghantar Anda ke sorga, bukan? Lalu, dengan cara apa Anda bisa masuk sorga?
2) Pertanyaan kami tidak sedang mengingkari kelemahan manusia di hadapan Allah sebagaimana yang Anda sampaikan. Kami mempertanyakan apakah menurut Anda, “tunjukilah kami jalan lurus” adalah [u]permohonan[/u] agar Allah menunjukkan jalan keselamatan-Nya? Jika ya, mengapa? Apakah hingga kini umat Muslim belum mendapat jalan ke sorga dari Allah? Jika sudah, mengapa masih gelisah dan belum yakin mendapatkan kepastian masuk sorga?
~
Yuli
~
Ketika Anda melakukan pengakuan dosa, apakah Anda lngsung menemukan solusi? Dan ketika Anda menemukan solusi, bagaimana keadaan diri Anda?
~
Sdr. Asep Sulaiman,
Menurut Anda, apakah Anda termasuk orang yang berdosa? Seberapa besar dosa Anda, menurut Anda sendiri? Apakah dengan keberadaan Anda saat ini (baik dosa maupun jumlah amal ibadah yang sudah Anda kerjakan), Anda merasa masih bisa masuk sorga Allah?
Menurut Anda, jika si A berbuat salah kepada si B, apa yang seharusnya si A lakukan agar hubungan keduanya pulih? Apakah solusinya hanya dengan si A “membaiki” si B? Apakah “membaiki” si B bisa menggantikan “permohonan maaf tulus” yang seharusnya keluar dari hati dan mulut si A? Pada praktiknya, bukankah cara “membaiki” seperti ini tidak pernah menyelesaikan masalah sehingga pertikaian kembali muncul bahkan meledak di kemudian hari? Demikian pula hubungan kita dengan Allah. Apakah amal ibadah kita bisa menjadi alat suap kepada Allah untuk menggantikan pertobatan dan permohonan ampun kita kepada-Nya? Apalagi menjadi alat tukar masuk sorga?Mustahil, bukan? Hanya oleh anugerah gratis-Nya (karena tidak terhingga nilainya) melalui pengorbanan Isa Al-Masih, pengampunan dan keselamatan dari Allah dapat kita terima. Silakan tonton video berikut: https://tinyurl.com/ycpmkfyo.
~
Yuli
Kesejahteraan di dunia adalah salah satu tanda anda mendapatkan kesejahteraan akhirat
Karena secara aturan baik buruk, benar atau pun salah itu hanya dinamika kehidupan, saya bisa melakukan kebaikan karena d berikan kebaikan oleh Nya, saya bisa menyatakan kebenaran karena saya diberi kemampuan oleh nya,ya kadang 2 masih ngeyel juga sih ma Tuhan
Sampai saat ini saya berusaha untuk menyadari jika penghambaan saya tdk mengharapkan apapun, kasarnya jika saya masuk neraka yg penting bersama Alloh ga apa2 deh
Saya kembali nyatakan kalimat itu adalah bntuk pernyataan siapa diri kita di hadapan Tuhan, jika anda ingin lebih jelas silahkan anda pelajari keilmuan bahasa arab dngn nama MANTIK
~
Sdr. Asep Sulaiman,
Bagaimana dengan kehidupan para koruptor yang sangat sejahtera dibandingkan masyarakat miskin? Apakah kesejahteraan koruptor di dunia menandakan kesejahteraannya di akhirat? Sebaliknya, apakah ketidaksejahteraan si miskin menandakan nasib akhiratnya sengsara?
Anda menyatakan: “… jika saya masuk neraka yang penting bersama Allah …”. Bagaimana Anda memahami “neraka”? Seberapa jauh Anda mengenal “Allah”? Bukankah selaku Muslim Anda harusnya memahami neraka adalah tempat kekal bagi orang berdosa (Qs 43:74)? Lalu, bagaimana mungkin Allah yang Maha Suci bersekutu dengan dosa dalam kekekalan? Mari, jangan lagi anggap remeh dosa dan kekudusan Allah. Meremehkannya berarti menempatkan posisi kita sebagai orang yang tidak lagi menghargai kekudusan Allah sehingga tetap nyaman dalam ketidaksadaran terhadap kehidupan dosa. Tidakkah menurut Anda hal ini mengerikan?
~
Yuli
Ada 2 tipe orang untuk hal ini
Orang pendosa dan orang berdosa
Kebaikan pun yg tdk sesuai padatempatnya bisa menjadikan dosa
Sebanyak apa dosa saya, menurut saya ukurannya bkn banyak dan sedikit, tapi besar dan kecil
Pernah saya merasakan dosa yang besar, dan sering juga saya merasakan dosa kecil
Jika kita menghamba thdp Tuhan masih mengharap syurga berarti penghambaan nya pamrih dong??
Mohon di jawab
Hubungan antar manusia adalah efek yg brkesinambungan setelah kita melakukan hubungan spiritual terhadap Tuhan
~
Sdr. Asep Sulaiman,
Dengan dosa besar dan dosa kecil Anda, apakah menurut Anda, Anda masih cukup layak masuk sorga?
Menurut Anda, kepada siapa kita berdosa? Siapa yang menentukan sebuah dosa disebut “besar” atau “kecil”? Jika kita sendiri yang menentukan, bukankah artinya dosa tidak berhubungan dengan Allah? Padahal, dosa adalah ketidaktaatan kita kepada Allah. Jadi bukanah seharusnya Allah penentu besar kecilnya dosa? Celakanya, standard Allah yang Maha Tinggi tidak serendah penilaian kita, para pendosa. Sekecil apapun dosa, Allah tetap mengganjarnya dengan keterpisahan kekal dari-Nya (neraka): “Upah dosa ialah maut” (Surat Roma 6:23). Bukankah keterlepasan dari Allah adalah tujuan akhir dari ketidaktaatan terhadap-Nya? Maka neraka sangat logis menjadi ganjaran dosa, bukan?
Nah menurut Anda, apakah kita yang selayaknya diganjar neraka kekal ini keliru jika menyesali ketidaktaatan kita hingga kita terpisah dari-Nya? Jika keliru (karena Anda tidak ingin dikatakan berpamrih surga), bukankah artinya kita sedang nyaman dengan pemberontakan kita terhadap Allah? Bahkan tidak lagi ingin kekal bersama-Nya? Bagaimana menurut Anda?
~
Yuli
~
Yuli,
Mbak harus banyak menggali makna dalam kata, bukan arti dalam kata. Jelas sekali orang yang sejahtera tidak kekurangan. Mengapa manusia bisa korupsi? Karena dia merasa kurang. Masakan orang seperti itu disebut sejahtera? Coba gali esensi dan substansi dalam kata. Sudah pasti orang yang tidak sejahtera di dunia tanda dia tidak mendapatkan kesejahteraan akhirat. Untuk itulah misi agama menyelamatkan dan menyeejahterakan umat manusia.
~
Sdr. Asep Sulaiman,
Terimakasih untuk tanggapan Anda. Pertanyaan kami bertujuan memperjelas maksud Anda terhadap “kesejahteraan” supaya tidak ambigu sehingga bisa disalahartikan. Kami sepakat dengan pemahaman Anda dalam hal ini. Pertanyaan kami selanjutnya, apakah Anda sepakat bila orang yang sejahtera adalah orang yang tidak merasa kurang, merasa tenang karena sudah menerima ampunan Allah? Ketika Allah mengampuni dosa, tentu Anda sepakat bila dosanya telah dihapus dan dipandang “benar” oleh-Nya, bukan? Tentu orang yang seperti ini sejahtera karena tidak lagi takut menghadapi hari penghakiman. Ia terluput dari murka Allah karena sudah Allah anggap “benar”. Nah, apakah kesejahteraan seperti ini sudah Anda rasakan? Adakah bukti yang mendasarinya?
Dengan mengingat pernyataan awal Anda (2018-02-15 12:20) “Amal ibadah adalah kepastian dan kenyataan hidup yg harus dijalani … untuk kesejahteraan manusia, bukan untuk mengaku benar di hadapan Tuhan”, bukankah seharusnya Anda sadar amal tidak bisa mendatangkan kesejahteraan karena tidak bisa mengubah status kita “benar” di hadapan Allah? Bukankah kita “dibenarkan” ketika Allah telah menghapus dosa kita? Dan bukankah dengan pernyataan Anda tsb semakin menegaskan amal tidak mungkin bisa dijadikan alat tukar untuk memperoleh pengampunan-Nya? Jadi, bagaimana Anda mendapatkan kesejahteraan bila Anda belum mendapatkan kepastian ampunan-Nya?
~
Yuli
~
Yuli yang saya kasihi,
Saya sepakat dengan beberapa pernyataan Anda. Hanya di konteks kata “benar” yang saya kurang sepaham. Saya selalu membangun kesadaran diri saya di hadapan Tuhan bahwa saya lemah, saya kotor, saya tidak mampu. Karena apabila kesadaran saya mengakui saya benar, saya tidak akan butuh lagi kepada Sang Maha Benar yaitu Tuhan alam semesta.
Bukti dari kesejahteraan tersebut bagi saya saat ini:
– Selalu diberikan jalan keluar dalam permasalahan kehidupan saya.
– Ada banyak bentuk kasih sayang Tuhan yang tercurah. Salah satu contohnya: Dia selalu mengingatkan siapa diri saya, dari mana asal saya, dan mau ke mana saya.
Tuhan memberikan kesejahteraan bukan karena benar dan salah, tapi karena kita mau peduli.
~
Sdr. Asep Sulaiman,
Agaknya Anda berasumsi bila istilah “benar” yang kami gunakan adalah “merasa diri benar”. Bukan seperti itu, Saudaraku. Bukankah kami menulis: “dipandang “benar” oleh-Nya”? Maka jelas bukan kita yang menyebut diri benar, tapi Allah-lah yang menganggap kita berstatus “benar” karena Ia sudah mengampuni dosa kita. Bagaimana Sdr. Asep, apakah Anda dapat memahami dan sepakat dengan hal ini?Pertanyaan pentingnya, apakah kita sudah benar-benar diampuni Allah? Tentu hanya dengan cara yang Allah kehendaki sajalah kita bisa diampuni-Nya, bukan?
Tentang kesejahteraan sebagaimana Anda sampaikan dari pengalaman hidup Anda, apakah Allah juga memberikan kesejahteraan batiniah yang berhubungan dengan kehidupan kekal Anda kelak? Yaitu rasa aman karena telah benar-benar Allah ampuni dan pasti diterima di surga-Nya kelak. Tentang hal ini, tentu Anda sepakat bila kesejahteraan akhirat kita yang kekal jauh lebih penting daripada kesejahteraan duniawi yang fana, bukan? Nah, bagaimana dengan hal ini, sudahkah Anda mengalaminya?
~
Yuli
~
Yuli,
Saya lupa menjawab pertanyaan Anda yang awal. Memang dosa tidak berhubungan dengan Tuhan karena kita berdosa kepada diri kita sendiri. Kalau kita berkhianat, siapa yang merasakan sakitnya dikhianati? Seperti hukum tabur tuai, Anda menabur kesalahan. Maka Anda akan menuai kesalahan. Anda menabur kerusakan maka Anda akan menuai kerusakan. Jadi apa hubungannya dengan Tuhan?
Tuhan sudah mrngirimkan rasul-rasul-Nya agar kita dapat memetik manfaat dari perjalanan beliau dan juga lengkap dengan sistem penyelesaian masalahnya. Jika kita marah kepada orang, yang sakit bukankah kita lebih dulu? Cara mengampuninya dengan memaafkan kesalahan mereka. Sederhana, kok.
Tuhanku Maha Kasih dan Maha Penyayang Dia tidak pernah menghukum. Dia hanya memberikan pelajaran agar manusia mengerti siapa dirinya dan siapa Tuhannya.
~
Sdr. Asep Sulaiman,
Pernyataan Anda mengejutkan. Ketika Anda menyatakan “… dosa tidak berhubungan dengan Tuhan …”, apakah menurut Anda, Allah tidak lagi berhubungan dengan ciptaan-Nya setelah Ia menciptakan kita? Ketika kita menganggap Tuhan tidak berhubungan dengan kehidupan kita, bukankah artinya kita menganggap Tuhan tidak benar-benar ada? Lalu bagaimana Anda bisa membicarakan tentang penghambaan diri terhadap Allah? Bukankah Allah tidak berhubungan dengan kehidupan Anda?
Maka pertanyaan penting yang patut ditanyakan: Menurut Anda, siapakah “Allah” yang Anda sebut-sebut selama ini? Anda menyatakan: “… kita berdosa kepada diri kita sendiri”, apakah artinya “allah” tsb tiada lain adalah diri sendiri?
~
Yuli